Disusun oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas
وَعَنْ أَنَسٍ، قَالَ : جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا،
فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ: أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.
Dari Anas ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi untuk bertanya tentang ibadah Beliau. Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi ! Beliau telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang. Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.” Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian, Rasûlullah mendatangi mereka, seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.”
TAKHRIJ HADITS:
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 5063); Muslim (no. 1401); Ahmad (III/241, 259, 285); An-Nasâ-i (VI/60); Al-Baihaqi (VII/77); Ibnu Hibbân (no. 14 dan 317-at-Ta’lîqâtul Hisân); alBaghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 96).
KOSA KATA HADITS:
ثَلَاثَةُ رَهْطٍ: Tiga orang. Dalam riwayat lain disebutkan :
جَاءَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ …
Telah datang beberapa orang dari Sahabat Nabi ﷺ …
Dua riwayat tersebut tidak bertentangan, karena رهْطٌ dan نَفَرٌ maknanya sama, yaitu sekelompok orang yang berjumlah 3 orang sampai 9 orang. Keduanya isim jamak (plural).
تَقَالُّوهَا: Mereka menganggap ibadah Beliau ﷺ sedikit.
لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له: Aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling bertakwa kepada-Nya diantara kalian.
أَرْقُدُ: Aku tidur. Hal ini dilakukan demi memenuhi hak fisik.
رَغِبَ عن: Tidak senang. Maksudnya, berpaling dari sunnah Nabi ﷺ .
سُنَّتي: Sunnahku. Yaitu jalan dan manhaj (cara beragama) Rasûlullâh ﷺ dalam beribadah kepada Allâh سبحانه وتعالى .
SYARH (PENJELASAN) HADITS :
Ada tiga orang yang datang ke rumah Nabi ﷺ menanyakan kepada istri-istri Beliau ﷺ tentang amalan-amalan yang dilakukan oleh Beliau ﷺ di rumahnya. Mereka datang dan bertanya karena perbuatan-perbuatan Nabi ﷺ itu ada yang tampak dan diketahui oleh semua orang, seperti perbuatan yang Beliau ﷺ kerjakan di masjid, di pasar, di tengah masyarakat bersama para Sahabat Beliaun . Perbuatan-perbuatan Beliau ini tampak dandiketahui oleh sebagian besar para Sahabat di Madinah. Namun ada juga amalan Beliau ﷺ yang tersembunyi, yang tidak diketahui kecuali oleh keluarga Beliau ﷺ yang ada di rumahnya, atau orang-orang yang membantu Beliau ﷺ seperti Abdullah bin Mas’ûd رضي الله عنه , Anas bin Mâlik dan selain mereka g .
Oleh karena itu, ketiga Sahabat itu mendatangi rumah istri-istri Nabi ﷺ untuk menanyakan bagaimana ibadah Beliau yang tersembunyi tersebut, yang Beliau ﷺ lakukan di rumahnya? Lalu diberitahukan kepada mereka tentang ibadah Beliau ﷺ . Setelah diberitahu, mereka seperti menganggap bahwa ibadah Rasûlullâh ﷺ itu sedikit, karena Nabi ﷺ terkadang berpuasa juga terkadang tidak, Beliau ﷺ shalat malam tapi juga terkadang tidur, menikahi wanita dan bersenang-senang dengan mereka. Tiga orang tersebut seakanakan menganggap ibadah Beliau ﷺ itu sedikit. Karena mereka memiliki semangat dan mencintai kebaikan, namun semangat bukan tolok ukur, yang menjadi tolok ukur adalah kesesuaiannya dengan syariat.
Setelah mendengar berita tentang tiga orang yang datang dan perkataan mereka, Nabi ﷺ datang dan berkata, “Apakah kalian yang berkata begini dan begitu?” Mereka menjawab, ‘Ya.’
Orang Pertama mengatakan bahwa dia akan shalat malam sepanjang malam tanpa tidur
Orang pertama dari mereka menegaskan tekadnya untuk shalat malam selamanya tanpa tidur. Tidak diragukan lagi bahwa apa yang mereka katakan itu bertentangan dengan syari’at, karena itu menyusahkan jiwa dan melelahkan, dan dapat menimbulkan rasa bosan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan rasa benci beribadah. Karena seseorang jika sudah bosan dengan sesuatu, ia akan membencinya.
Orang yang shalat malam dengan tidak tidur juga telah menzhalimi dirinya (yang berhak untuk istirahat dan tidur) dan menzhalimi istrinya (yang berhak untuk bersenang-senang dan menggaulinya). Shalat malam semalam suntuk setiap malam adalah perbuatan yang melampauibatas dan bertentangan dengan syari’at Islam yang mudah dan selalu memperhatikan hak-hak manusia.
Suatu ketika isteri ’Utsmân bin Mazh’ûn رضي الله عنه mengeluh kepada Rasûlullâh ﷺ tentang suaminya yang tidak memperhatikan dia dan tidak menggaulinya, kemudian Rasûlullâh ﷺ menegur ’Utsmân bin Mazh’ûn رضي الله عنه yang shalat sepanjang malam dan puasa di siang harinya. Rasûlullâh ﷺ bersabda :
أَمَّا أَنْتَ فَتَقُوْمُ اللَّيْلَ وَتَصُوْمُ النَّهَارَ، وَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، صَلِّ وَنَمْ، وَصُمْ وَأُفْطِرْ.
Adapun engkau selalu shalat malam (sepanjang malam) dan berpuasa di siang hari. Ketahuilah! Sesungguhnya isterimu punya hak atasmu (yang wajib engkau penuhi), badanmu punya hak atasmu (untuk istirahat), (karena itu) shalatlah dan tidurlah, puasalah dan berbukalah.”1
Syariat Islam menganjurkan orang untuk shalat malam (tahajjud) setelah ia bangun dari tidur di malam hari. Allâh سبحانه وتعالى berfi rman :
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا
Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajjud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudahmudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isrâ`/17:79)
Itupun hanya sepertiga malam saja kalau dia sanggup melaksanakannya, karena shalat tahajjud hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), bukan wajib. Sifatnya anjuran bagi setiap Muslim dan Muslimah.
Orang kedua mengatakan bahwa dia berpuasa sepanjang tahun selamanya
Orang kedua berkata bahwa ia akan berpuasa selamanya, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Tidak diragukan lagi bahwa amalan seperti ini akan menyulitkan dirinya.
Puasa yang diwajibkan dalam syari’at Islam adalah puasa pada bulan Ramadhan saja. Allâh سبحانه وتعالى berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. AlBaqarah/2:183)
Ada juga puasa wajib lainnya yaitu apabila seseorang bernadzar, maka wajib baginya untuk melaksanakan nadzarnya. Adapun puasa sunnah banyak, seperti puasa pada hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari setiap bulan, puasa enam hari pada bulan Syawwal, puasa Arafah, puasa tanggal 9 dan 10 Muharram. Adapun jika seseorang sanggup, maka dia boleh berpuasa sebagai puasa nabi Dawud q yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. Adapun puasa terus menerus setiap hari tanpa buka, maka ini menyalahi syariat. Rasûlullâh ﷺ bersabda :
لَا صَامَ مَنْ صَامَ الأَبَدَ
Tidak ada puasa (tidak dapat ganjaran puasa) orang yang berpuasa terus menerus sepanjang tahun.2
Dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Qatâdah t ,
لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ
Tidak dapat ganjaran puasa dan tidak juga (seperti) orang yang berbuka.3
Jadi, puasa Dahr (terus menerus) sepanjangtahun adalah puasa yang dilarang dalam syari’at Islam. Puasa dahr termasuk perbuatan menyiksa diri dan melampaui batas dalam agama. Sedangkan melampaui batas dalam agama adalah haram dan akan membawa pelaku kepada kebinasaan. Rasûlullâh ﷺ bersabda:
…. وَإِيَّاكُمْ وَالغُلُوَّ فِيْ الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالغُلُوِّ فِيْ الدِّيْنِ
Jauhilah oleh kalian sikap ghuluw (berlebihan) dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa dengan sebab sikap ghuluw (berlebihan) dalam agama.4
Rasûlullâh ﷺ juga bersabda:
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
Binasalah orang-orang yang berlebihan dalam tindakannya.
Beliau ﷺ mengulanginya tiga kali.5
Orang ketiga mengatakan bahwa dia tidak menikahi menikahi wanita agar bisa terus beribadah
Orang yang ketiga berkata bahwa ia akan menjauhkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya. Ini juga menyulitkan diri sendiri, terlebih bagi pemuda, sulit baginya untuk tidak menikah. Rasûlullâh ﷺ memerintahkan untuk menikah dan melarang keras membujang. Sahabat Anas bin Mâlik رضي الله عنه berkata, “Rasûlullâh ﷺ memerintahkan kami untuk menikah dan melarang membujang6 dengan larangan yangkeras, dan Beliau ﷺ bersabda:
تَزَوَّجُوْا الوَدُوْدَ الَوَلُوْدَ، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Nikahilah wanita yang penyayang dan yang subur. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya ummatku di hadapan para Nabi pada hari Kiamat.7
Juga Beliau ﷺ bersabda :
النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ، تَزَوَّجُوْا، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ، وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ.
Menikah adalah Sunnahku. Barangsiapa enggan melaksanakan Sunnahku, ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh umat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah! Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat).8
Juga sabda Beliau ﷺ :
تَزَوَّجُوْا، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَلَا تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةَ النَّصَارَى
Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku akanmembanggakan banyaknya jumlah kalian kepada ummat-ummat lainnya pada hari Kiamat. Dan janganlah kalian menyerupai para pendeta Nasrani.9
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Sesungguhnya, hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak memiliki makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab.
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Diri-diri mereka selalu berada dalam pergolakan melawan fi trahnya. Kendati pun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lambat laun akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya kelembah kenistaan, kecuali jika ada sebab yang syar’i, seperti adanya penyakit atau lainnya, maka kita serahkan kepada Allâh سبحانه وتعالى .
Apabila ada yang berkata bahwa ada Ulama yang tidak menikah, maka kita tidak mengetahui alasan mereka sedangkan yang menjadi tolok ukur dan teladan kita adalah Rasûlullâh ﷺ dan para Sahabat g .
Jadi orang yang enggan menikah, baik itu lakilaki atau wanita, mereka sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat biologis maupun spiritual. Bisa jadi mereka bergelimang dengan harta, namun mereka miskin dari karunia Allâh سبحانه وتعالى .
Jadi, semua ibadah yang ingin dilakukan oleh ketiga orang tersebut menyulitkan mereka dan menyelisihi sunnah. Tetapi Nabi ﷺ bertanya kepada mereka, “Apakah mereka berkata sepertiitu?” Mereka menjawab, “Ya.” Dalam riwayat lain Nabi ﷺ memuji Allâh dan menyanjung-Nya, kemudian Nabi ﷺ bersabda :
أَمَا وَاللَّهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّيْ وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ.
Demi Allâh, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling bertakwa kepadaNya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka(tidak puasa), aku shalat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai Sunnahku, ia tidak termasuk golonganku.
Yakni, barang siapa yang tidak menyukai jalanku dan melakukan ibadah yang lebih keras, maka dia bukan termasuk golonganku.
Di dalam hadits ini jelas sekali bahwa tiga orang tersebut ingin melaksanakan ibadah yang pada asalnya disyariatkan, akan tetapi kaifiyat (cara) nya tidak pernah dilakukan oleh Rasûlullâh ﷺ . Puasa dan shalat malam misalnya, pada asalnya puasa dianjurkan begitu juga shalat malam disunnahkan, akan tetapi kaifiyat yaitu caranya dan sifatnya yang dilakukan oleh mereka ini tidak dilakukan oleh Rasûlullâh ﷺ , bahkan Beliau ﷺ mengingkari perbuatan mereka. Jadi semata-mata niat baik (ikhlas) tidak menjadikan amal itu shalih dan diterima oleh Allâh سبحانه وتعالى , namun wajib sesuai dengan contoh yang pernah dilakukan oleh Rasûlullâh ﷺ ,karena amal yang tidak sesuai dengan sunnah akan tertolak.
Rasûlullâh ﷺ bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak didasari perintah kami maka amalannya tertolak10
Jadi syarat diterimanya amal shalih ada dua yaitu, pertama, ikhlas, semata-mata karena Allâh سبحانه وتعالى , dan kedua, wajib sesuai dengan contoh Rasûlullâh ﷺ .
Allâh سبحانه وتعالى berfi rman:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ
Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allâh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” (QS. Al-Bayyinah/98:5)
Allâh kjuga berfi rman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kamu (benarbenar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allâh itu Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Ali ‘Imrân/3:31)
Kesempurnaan seseorang dalam mengikuti sunnah yaitu dengan mengerjakan ibadah yang dikerjakan oleh Rasûlullâh ﷺ dan meninggalkan apa-apa (ibadah) yang tidak dikerjakan Rasûlullâh ﷺ . (Yang kedua) ini dinamakan oleh Ulama ushul fiqih dengan istilah sunnah tarkiyyah. 11
Dalam hadits di atas terdapat dalil bahwa hendaknya seseorang berlaku pertengahan (tidak berlebih-lebihan) dalam ibadah. Bahkan hendaknya dia tidak berlebihan dalam segala perkara. Karena jika dia meremehkan, maka dia akan kehilangan kebaikan yang banyak, dan jika dia terlalu keras maka dia akan bosan, lemah, dan berpaling. Karenanya, hendaknya seseorang itu tidak berlebihan dalam setiap amalannya.
Tidak berlebihan dalam ibadah termasuk dari sunnah Nabi ﷺ . Janganlah seseorang menyulitkan dirinya. Berjalanlah sesuai dengan Sunnah.Rasulullah ﷺ . Beliau ﷺ bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amalan yang paling dicintai oleh Allâh yaitu yang dikerjakan secara terus menerus walaupun sedikit.12
FAWAA-ID:
- Disunnahkan mencari informasi tentang keberadaan para Ulama Rabbani untuk mengetahui keadaan mereka. Jika tidak bisa mendapatkan informasi tersebut dari kaum lakilaki, maka diperbolehkan mendapatkannya dari para wanita.
- Tidaklah terlarang bagi siapa saja yang berkeinginan mengerjakan amal shalih untuk memperlihatkannya selama tidak disertai sikap riya’.
- Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.
- Kemauan keras para Sahabat Nabi ﷺ dalam berupaya meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada Allâh سبحانه وتعالى
- Diharamkan puasa dahr (sepanjang tahun). Dianjurkan untuk berpuasa yang sesuai dengan sunnah.
- Diharamkan melakukan ibadah semalam suntuk.
- Diharamkan hidup membujang.
- Dianjurkan untuk tidur dan shalat tahajjud.
- Menikah adalah Sunnah Nabi ﷺ yang sangat dianjurkan. Bahkan sebagian Ulama mengatakan wajib menikah.
- Hal-hal yang bersifat mubah dan sunnah akan menjadi haram jika menyimpang dari petunjuk Rasûlullâh ﷺ .
- Mengikuti Rasûlullâh ﷺ dalam kesederhanaan dan keseimbangan (dalam beribadah) adalah hakikat taqarrub (pendekatan diri) kepada Allâhk.
- Tidak berpegang teguh kepada petunjuk Rasûlullâh ﷺ dalam beribadah mengakibatkan timbulnya sikap melampaui batas dan membuat dirinya terperangkap dalam lembah kesesatan.
- Dianjurkan ketika khutbah, ceramah, memberikan pelajaran, menjelaskan masalah atau hukum, memulai dengan pujian dan sanjungan kepada Allâh E .
- Nabi ﷺ segera mengingkari kemungkaran dan kebatilan serta memberikan solusi (jalan keluar) untuk melakukan amalan yang sesuai dengan sunnah.
- Seseorang tidak diperbolehkan takalluf (memberatberatkan diri) dalam beragama, atau beribadah, atau dalam menjawab pertanyaan, dan lainnya.
- Tidak boleh melewati batas dalam melaksankaan agama karena akan membawa kepada kebinasaan.
- Hukum asal dalam beribadah adalah at-tauqifi y (berdasarkan dalil). Atas dasar itu, di dalamnya tidak diperbolehkan ijtihad dengan ra’yu (pendapat) ataupun istihsân (anggapan baik terhadap sesuatu).
- Tidak selayaknya seorang Muslim tertipu dengan amalan yang tampak baik secara lahiriyah, padahal sebenarnya mengandung kerusakan disebabkan bertolak belakang dengan petunjuk Nabi ﷺ .
- Semata-mata niat baik (ikhlas) tidak menjadikan amal itu shalih dan diterima oleh Allâh سبحانه وتعالى .
- Hadits ini merupakan pokok pelarangan perbuatan bid’ah, meskipun pelakunya bertujuan baik, karena niat yang baik saja tidak cukup. Wajib bagi dia mengikuti contoh Rasûlullâh ﷺ .
- Dalam hadits ini ada syarat diterimanya amalan, yaitu (1) ikhlas semata-mata karena Allâh سبحانه وتعالى dan (2) wajib ittibâ’, yakni mengikuti contoh Rasûlullâh ﷺ .
- Barangsiapa tidak suka dengan sunnah Nabi ﷺ , maka dia tidak termasuk golongan yang mengikuti Sunnah.
MARÂJI’:
- Kutubussittah
- Fat-hul Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri, al-Hâfi zh Ibnu Hajar al-’Asqalani.
- Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhis Shâlihîn, Syaikh Salim al-Hilaly.
- Syarh Riyâdhis Shâlihîn, Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin.
- Fat-hu Dzil Jalâli wal Ikrâm bi Syarh Bulûghil Marâm, Syaikh Muhammad bin Shalih al- ’Utsaimin.
- Syarh Sunan an-Nasa`i, Syaikh Muhammad bin ’Ali bin Adam.
- Ilmu Ushûlil Bida’, Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid.
Majalah As-Sunnah Edisi 08/Thn XVIII/Shafar 1436H/Desember 2014M